Edisi Pulang Kampung ke Bukittinggi

Alhamdulillah, tabarakallah. Tahun ini masih dikasih kesempatan oleh Allah subhanawataala untuk pulang ke kampung suami di Bukittinggi. Pulang ke Bukittinggi bukan hanya pulang ke kampung “orang” buatku, tetapi juga pulang ke kampung anakku, dan pulang menemui orang tua keduaku.

Sejak menikah lima belas tahun yang lalu, mama dan papa mertua tidak pernah menganggapku hanya sekadar sebagai menantu. Aku merasa seperti anak untuk mereka. Aku diberi kamar sendiri di lantai 2, di mana ada kamar mandi sendiri di sana. Dengan itu, aku merasa nyaman. Karena aku yang berhijab ini masih punya kebebasan membuka hijab di lantai 2.

Hanya ada satu kamar di lantai 2. Ada ruang duduk dan kamar mandi, juga dua teras, depan dan belakang. Semua seakan-akan milikku sendiri karena anggota keluarga lain merasa malas naik tangga ke lantai atas.

Sejujurnya, pemberian kamar di lantai 2 ini salah satu penyebab aku betah di rumah mertua. Juga memberiku pelajaran agar aku, nantinya, memberikan ruang privasi juga untuk menantuku kelak. Karena jika menantu betah di rumah mertua, anak kita akan sering pulang.

Pulang kampung ke Bukittinggi ini aku lakukan setiap dua tahun. Bergantian dengan pulang kampung ke Madura menemui orang tuaku. Dan sejujurnya, aku lebih menikmati edisi pulang ke rumah mertua ketimbang ke rumah sendiri. Karena semua rencana perjalanan ke rumah mertua aku atur sendiri. Berbeda bila aku pulang ke rumahku. Semua rencana perjalanan diatur ibuku dan kami hanya perlu mengikutinya saja.

Selama di rumah mertua, aku juga tidak pernah secara terpaksa bekerja. Aku masih bisa bangun siang. Aku juga masih bisa malas-malasan. Hanya saja, suamiku suka protes kalau aku malas-malasan sementara ibunya sibuk di dapur untuk menyiapkan makanan buat sekeluarga. Dipikir-pikir, kurang ajar juga diriku ini. Jadi, aku turun dan membantu sebisaku.

Mama mertua hampir tak pernah menyuruhku mengerjakan sesuatu kecuali aku menawarkannya. Apalagi beliau tahu bahwa aku tak suka memasak. Beliau tidak pernah meminta bantuanku untuk memasak. Aku saja yang menawarkan diri.

Kerjaku paling-paling mencuci pakaianku dan keluargaku saja, menjemurnya, melipatnya, dan menyetrikanya bila harus disetrika. Ketahuilah, pekerjaan-pekerjaan itu bukan pekerjaan rutinku. Aku tak pernah mencuci, menjemur, melipat, dan menyetrika pakaian sendiri di rumah. Mama mertuaku tahu itu. Beliau tahu bahwa di rumahnya, aku harus turun ke ruang penatu untuk mencuci, menjemur, melipat, dan menyetrika pakaian anak dan cucunya. Karenanya, aku tidak pernah disuruh bekerja di luar itu. Aku bekerja hanya bila aku menawarkan diri.

Yah, kan, kamarku di lantai atas dan ruang penatu di lantai bawah. Daripada aku turun naik saat menunggu mesin cuci selesai beroperasi, lebih baik aku membantu mertuaku di dapur. Bisa menambah nilai plus sebagai menantu pula.

Mama mertua juga selalu memasak masakan padang kesukaanku, sampadeh daging dengan penuh daging berlemak. Beliau sering dengan sengaja memilih daging itu karena aku suka makan sampadeh daging berlemak. Padahal seharusnya tidak begitu. Sampadeh daging seharusnya dagingnya seperti daging rendang yang tidak ada lemaknya.

Aku benar-benar suka pulang ke rumah mertuaku. Aku merasa sedang liburan di sini. Aku pun belajar, untuk memperlakukan menantuku nanti seperti mertuaku memperlakukanku. Agar menantuku betah dan anakku jadi sering pulang.

Cuplikan layar 2024-04-08 164516

Tinggalkan komentar