Lebaran di Bukittinggi

29 April 2024

IMG20240410084537

“Meskipun terlambat, selamat hari raya idulfitri 1 Syawal 1445 Hijriah.”

Maaf, bukan saya ingin mengulik luka lama, ini murn kebetulan belaka, hehehe.

Jadi, tahun ini saya dan keluarga merayakan lebaran idulfitri di rumah mertua di Bukittinggi. Mertuanya mertua saya, ibu dan ayah dari suami saya. Kakek dan nenek dari anak saya.

Lebaran di Bukittinggi sudah pasti penuh dengan budaya dan adat Minang. Apalagi Mama adalah tetua adat. Orang kurai kalau mereka bilang. Mama merupakan orang yang paling tua, dan semua kemenakannya datang ke rumah mengunjungi Mama.

IMG20240410084631

Tidak ada budaya sungkem di Minang. Setelah dari masjid, kami hanya cium tangan orang yang lebih tua dan minta maaf. Setelah semua bermaafan, kami menggelar lauk pauk di lantai, dan makan bersama.

IMG20240412103718

Lauk pauk dalam bahasa Minang disebut SAMBA. Iya, lagu sambalado itu artinya lauk bersambal, karena lado artinya sambal. Semua samba diseprah (diatur di lantai) untuk kami makan bersama.

Ada banyak sekali samba. Perempuan berperan mengambil nasi jika mau habis dan membantu ini itu. Peran laki-laki adalah makan. Iya, meski Minang bertradisi matrilineal, budaya patriaki sangat lekat di sana. Dapur hanya untuk perempuan. Proses memasak, menyajikan, mengisi ulang, sampai mencuci piring kotor, semua diserahkan pada perempuan. Yah, tidak cuma di Minang sih, di seluruh Indonesia juga demikian, bukan?

Tapi alhamdulillah, kami bahagia melakukannya. Karena peran laki-laki adalah makan, maka mereka wajib menemani tamu untuk makan. Tak peduli mereka sudah makan atau belum. Tak peduli berapa kali mereka sudah makan. Tetap harus menemani tamu makan bersama. Perempuan? tinggal sembunyi saja di dapur, hehehe.

Di hari pertama lebaran, tamu datang silih berganti. Total kami melakukan 4 sesi makan besar. Beberapa keluarga yang datang sering disatukan kegiatan makannya. Karenanya, hanya ada empat sesi makan dari pagi hingga sore. Iya, hanya hingga sore.

Di hari kedua lebaran, masih banyak tamu yang datang. Namun, sesi makan hanya 3 kali saja. Di hari ketiga, sesi makan menjadi dua kali. Di hari keempat, kami yang anak muda mengunjungi Bako.

Bako itu apa? Bako adalah keluarga dari ayah. Karena Minang menganut matrilineal dan matrilokalitas, suami akan masuk dan tinggal di keluarga istri. Anak mengikuti garis ibunya. Sehingga keluarga suami menjadi keluarga luar yang disebut Bako.

Berkunjung ke rumah Bako artinya makan banyak. Dilarang makan sedikit jika di rumah Bako. Karena itu, aku selalu menyiapkan diri untuk tidak makan dulu sebelum ke rumah Bako, hahaha.

IMG20240410101206

Lebaran di Bukittinggi memang identik dengan makan. Namun kami sangat menyukai setiap momen di sana.

Sekali lagi, meski terlambat, selamat lebaran.

Cuplikan layar 2024-04-29 162310


Cerita Perjalanan Menuju Bukittinggi

10 April 2024

Dear all,

Kali ini aku ingin berbagi kisah perjalananku menuju Bukittinggi, dari Jakarta.

Idulfitri tahun ini aku habiskan di kampung halaman suamiku di Bukittinggi. Seharusnya dari Jakarta, kami akan naik pesawat udara ke Padang, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat ke Bukittinggi. Namun tahun ini, perjalanan akan ditempuh lewat Pekanbaru.

Ada beberapa alasan mengapa kami memilih Kota Pekanbaru sebagai kota transit. Salah satu alasannya adalah karena kami tidak kebagian tiket pesawat ke Padang. Jika pun ada, harganya sangat-sangat mahal dan kami merasa tidak sanggup membelinya.

Alasan lainnya adalah gunung Merapi yang batuk-batuk menyebabkan jalan dari Padang ke Bukittinggi terputus karena adanya longsor lahar dingin. Debu Merapi ke mana-mana dan sampai membuat Bandara Internasional Minangkabau (BIM) ditutup untuk sementara waktu.

Alasan berikutnya adalah karena akses dari Pekanbaru ke Bukittinggi juga tidak sulit. Hampir sama dengan akses dari Padang ke Bukittinggi. Kami menyewa mobil untuk mengantar kami dari bandara ke rumah mertua.

Perjalanan dari Depok (maaf, bukan Jakarta) dimulai di pagi hari. Adiku bersama suami, anak, dan ibuku mengantar kami ke Tangerang, tempat bandar udara Soekarno-Hatta berada. Kami berangkat dari terminal 2D Domestik. Perjalanan pagi di mobil, cukup seru. Anakku langsung tidur, sementara adik sepupunya heboh bertanya ini dan itu ayahnya.

Sesampainya di bandara Soekarno-Hatta, kami langsung mengambil troli untuk lapor masuk. Ternyata Batik Air, pesawat yang akan kami tumpangi, menerapkan kebijakan Check-in Online atau lapor masuk secara daring. Kami baru tahu hal ini. Kami pun lapor masuk melalui internet dan tidak kebagian kursi yang sejajar. Kami pun duduk terpisah jauh. Karena anakku sudah cukup besar untuk duduk terpisah, kami ambil kursi tersebut. Ini cuma 1 jam 25 menit perjalanan saja kok, tidak lama.

WhatsApp Image 2024-04-08 at 12.22.16 (2)

Perjalanan menuju ruang tunggu boarding sangat panjang. Bahkan saat kami sudah berjalan puluhan menit, papan petunjuk masih menunjukkan bahwa pintu D1-D7 masih harus ditempuh 3-5 menit lagi.

WhatsApp Image 2024-04-08 at 12.22.16

Benar-benar panjang dan melelahkan. Untung saja kami tidak membawa barang yang berat. Hanya laptop di tiap tas, dan barang-barang penting lainnya. Setelah berjalan beberapa menit lagi, kami pun tiba di ruang tunggu boarding. Pesawat kami mengalami keterlambatan selama 40 menit.

WhatsApp Image 2024-04-08 at 12.22.15 (1)

Syukurlah, tak perlu terlalu lama menunggu. Pesawat kami tidak ditunda lagi, dan kami diizinkan masuk pesawat. Suamiku mengajakku untuk buru-buru masuk pesawat karena tempat duduk kami jauh terpisah. Ini supaya beliau dapat membantuku dan anakku menyimpan barang-barang kami dengan benar di bagasi kabin.

WhatsApp Image 2024-04-08 at 12.22.15

Setelah setengah jam menunggu, pesawat pun berangkat. Kemudian setelah satu jam empat puluh menit, pesawat akhirnya mendarat. Pukul setengah dua siang, aku menunggu bagasiku datang. Kami tiba di Pekanbaru, Riau.

WhatsApp Image 2024-04-08 at 12.22.14

Penjemput kami telah menunggu di luar. Sebelum kami bertolak ke Bukittinggi, kami menjalankan salat Zuhur dan Asar sejenak di masjid terdekat. Kemudian kami berangkat ke Bukittinggi lewat jalan tol.

WhatsApp Image 2024-04-08 at 12.22.13

Perjalanan dari Pekanbaru ke Bukittinggi ditempuh dalam waktu enam jam. Kami sempat berhenti di rumah makan untuk makan malam setelah seharian berpuasa. Hujan juga turun dengan deras. Cuaca sangatlah dingin. Suamiku dengan tegas memberi instruksi agar aku memakai jaket dan memasang resletingnya.

Pukul delapan malam kami tiba di rumah mertuaku. Lelah, tetapi bahagia. Perjalanan ini merupakan petualangan baru untukku. Dan aku merasa layak untuk diceritakan.

Cuplikan layar 2024-04-09 101755


Jalan-jalan ke Ngarai Sianok

23 Juni 2018

DSC_1276

Kalau saya bilang “jalan-jalan”, maka, benar jalan-jalan. 🙂

Itu benar.

Awalnya, kami berkunjung ke rumah saudara kami yang berada di depan gerbang Janjang Saribu (tangga seribu). Kami berpetualang jalan kaki menuruni Janjang Saribu, Ngarai Sianok, Gua Jepang, Panorama, Jam Gadang, dan pulang.

Esoknya, para keponakan mengajak kami jalan-jalan ke Janjang 40, lalu Jam Gadang, Panorama, Gua Jepang, Ngarai Sianok, dan naik Janjang Saribu, untuk kemudian pulang ke rumah naik gojek.

Kenapa jalan kaki?

karena tak ada satupun mobil rental mau menjemput atau mengantar kami. Saking pennuhnya jalanan Bukittinggi.

Wow…

DSC_1239DSC_1240DSC_1243DSC_1246DSC_1255DSC_1258

Janjang Saribu

DSC_1266DSC_1277DSC_1281DSC_1286DSC_1290DSC_1292DSC_1293

Kapan-kapan, saya akan saya uls objek wisata ini satu persatu, ya. Doakan agar kesempatan itu segera datang. 🙂